Empat Hari Empat Kota

 Setelah lebih dari satu tahun judul ini hanya tersimpan di draft tanpa isi dan ide. Akhirnya, hari ini saya mencoba untuk menceritakan pengalaman ke empat kota dalam empat hari yang saya lakukan tahun lalu, tepatnya pada bulan September 2019. Perjalanan ke luar pulau yang sebelumnya tidak direncanakan dan sebenarnya tanpa planning yang matang. Rencana awal hanya ingin mengunjungi dua kota tetangga yang tidak jauh dari tempat saya merantau, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta.

Perjalanan di mulai pada tanggal 09 September 2019 menggunakan kereta Logawa tujuan Yogyakarta-Surabaya yang berangkat pukul 08:57 dengan estimasi sampai tujuan pada pukul 14:59. Semua tiket keberangkatan ke dua kota tersebut sudah saya pesan sebelumnya pada tanggal 30 Agustus 2019, kota tujuan sudah jelas walaupun belum adanya tempat tujuan yang pasti. Sejauh ini, selama saya menikmati perjalanan ke berbagai kota, setidaknya saya membuat planning tempat apa saja yang akan saya kunjungi, namun berbeda dengan perjalanan kali ini karena tujuan awal memang untuk berlibur sebentar dan numpang santai di kota orang. Sampai akhirnya, perubahan justru banyak terjadi ketika hari H.

Perjalanan yang memakan waktu lebih dari lima jam itu membuat saya banyak berpikir ulang, terutama mengenai tempat dan kota tujuan. Belum sempat saya menginjakkan kaki di Kota Pahlawan, saya sudah memikirkan tempat lain yang mungkin akan lebih menarik, pikir saya waktu itu. Sehingga, pada waktu yang sama, saya memesan penginapan di Pulau Dewata dengan pertimbangan seadanya. Sebelumnya saya juga sempat memesan penginapan di kota tujuan kedua yang dikenal dengan banyak sebutan, yaitu Kota Bunga dan Paris van East Java. Saya memesan semua penginapan melalui airy rooms, sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk gulung tikar pada tanggal 31 Mei 2020 lalu, sangat disayangkan karena fasilitas termasuk jajanan yang disediakan cukup memuaskan dengan harga yang ramah.

Kembali ke topik Empat Hari Empat Kota, setahun lalu saat melakukan perjalanan ini saya cukup sering mendengar lagu Location Unknown yang dibawakan oleh Honne dan dipopulerkan di Indonesia oleh Gempi. Karena terlalu banyak netizen teracuni oleh Gempi yang terlalu gemas, pendengar Location Unknown sangat membludak saat itu, namun saya lebih memilih lagu dari Honne yang berjudul Day 1. Oke! Kembali ke topik Empat Hari Empat Kota.

Day 1

Waktu sudah menunjukkan pukul 15:00 dimana saya sudah tiba di Surabaya tanpa tempat tujuan yang jelas dan sempat terdampar di stasiun cukup lama. Sampai akhirnya, saya memutuskan untuk pergi ke Kenjeran Park yang merupakan Taman Ekologi dan berisi banyak spot foto keren, kalau kata orang sekarang mah instagramable, tapi bukan itu tujuan saya, ya walaupun saya punya beberapa foto. Saya lebih banyak menikmati jalan-jalan sore di Kota Pahlawan dengan pemandangan cukup sejuk, melihat tiruan Temple of Heaven Cina, berkeliling Kenpark menggunakan kereta untuk wisatawan, dan melihat-lihat klenteng. Tempat ini sebenarnya berlokasi di Pantai Kenjeran, tapi pantai disana sedang kering saat saya mengunjunginya. 

Setelah berkeliling Kenpark, saya berpindah lokasi dan bermain-main di sekitaran kota untuk mencari makan malam dan saya tertuju pada makanan khas Jawa Timur, yaitu Rawon. Makanan ini disarankan oleh bapak grab saat saya sedang berkeliling di tengah kota. Akhirnya saya mencicipi rawon setan yang cukup legendaris dengan harga yang cukup menguras dompet. Setelah itu, saya hanya manyaksikan gemerlap lampion Kota Pahlawan dan kembali ke stasiun untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan berikutnya ke kota sebelah. Saya memanfaatkan waktu istirahat untuk mencari sewa motor di tempat tujuan selanjutnya, memang terlalu mendadak, cukup sulit mendapatkan tempat penyewaan motor yang sesuai, dan pilihan terakhir saya harus menghubungi saudara yang sedang menempuh pendidikan tingkat akhir di Malang.

Day 2

Kereta Jayabaya tujuan Surbaya-Malang berangkat pukul 00:45 dan tiba tepat waktu pada pukul 02:42, sesampainya di kota ini saya bergegas untuk ganti baju dan menggunakan pakaian setebal dan sehangat mungkin karena ada satu tempat yang ingin saya kunjungi sejak awal, setidaknya satu tempat ini yang membuat saya tidak ingin melewatkan Paris van East Java. Perjalanan pagi itu dimulai dari kos saudara untuk mengambil motor dan memanfaatkan momen sepagi itu untuk melihat matahari terbit yang eksotis di Bromo Tengger Semeru. Udara dingin, pemandangan indah, bukit teletubbies, dan lautan berbisik menyambut saya pagi itu.

Gunung Bromo tidak pernah mengecewakan walaupun dipenuhi oleh sesak wisatawan asing dan orang-orang pribumi lainnya. Setelah melewati perjalanan cukup panjang, menyaksikan matahari terbit yang sudah cukup tinggi, dan menikmati minuman hangat, saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu, tidak puas rasanya jika harus menyaksikan keindahan Gunung Bromo dari atas, saya memutuskan untuk turun ke lautan berbisik dengan pemandangan pasir-pasir yang mencuri perhatian, ditambah dengan pemandangan kuda-kuda dan jeep di hamparan yang luas.

Setelah matahari sudah cukup tinggi, saya harus melewati jalanan curam untuk naik ke jalanan utama dan kembali ke tengah kota untuk selanjutnya pergi ke penginapan yang terpaksa hanya saya gunakan setengah hari untuk bersih diri dan istirahat selama kurang dari lima jam, itupun saya harus melewati perjalanan panjang dari Bromo ke Batu, karena penginapan yang saya pesan jauh hari itu rencana awalnya akan saya gunakan untuk istirahat semalaman dan berkeliling Kota Batu, sebelum planning dadakan itu terjadi.

Masih di hari kedua, tepat pukul 16:05 Kereta Tawang Alun berangkat dari stasiun Malang ke Banyuwangi Baru, yaitu stasiun paling ujung Banyuwangi dekat Pelabuhan Penyeberangan Ketapang. Istirahat kurang dari lima jam di tempat yang nyaman terpaksa harus beralih ke sebuah kursi panjang yang tidak bisa dimanfaatkan untuk rebahan dan ditemani penumpang lain. Namun, ditemani penumpang lain tidak pernah menjadi masalah karena saya selalu punya teman perjalanan, yaitu buku, musik, dan podcast, mereka adalah teman perjalanan terbaik.

Day 3

Pukul 23:50 kereta tiba di Stasiun Banyuwangi Baru, jam makan malam sudah terlewat jauh dan jam tengah malam seperti ini adalah waktu yang tepat untuk mencari makan. Awalnya saya ingin mencari sego tempong, makanan khas Banyuwangi. Sayangnya, saya tidak menemukan makanan khas itu di tengah perjalanan menuju pelabuhan, sampai akhirnya sego pecel menjadi menu makan malam (menjelang pagi) saya di hari ketiga.

Sudah terlalu gelap bagi penumpang normal yang ingin menyebrang, malam itu pelabuhan hanya dipenuhi truk besar dan sedikit mobil kecil. Setelah melewati administrasi yang tidak terlalu sulit dengan harga yang sangat ramah, saya memilih untuk berjalan ke dermaga terdekat dan segera menaiki kapal yang sedang memuat mobil-mobil kecil dan besar. Kapal ferry yang memiliki waktu tempuh satu jam ini memberikan tarif kurang dari 10k bagi penumpang tanpa kendaraan.

Saat tiba di Bali, semua jam di perangkat yang saya bawa sudah menyesuaikan waktunya secara otomatis. Dari Pelabuhan Gilimanuk, saya berjalan ke Terminal Bus Gilimanuk untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Denpasar. Selama perjalanan di bus, semakin subuh semakin banyak pula penumpang yang mulai beraktivitas, ada ibu-ibu pergi pasar, bapak-bapak berangkat mencari nafkah, dan orang-orang yang ingin pergi ke kota seperti saya. Bus tiba di tujuan akhir lebih lama dari yang saya perkirakan, matahari sudah cukup tinggi saat saya tiba di Terminal Ubung.

Dari terminal, saya pergi ke alun-alun di tengah kota untuk mencari sarapan dan melanjutkan perjalanan ke Tanah Lot yang terletak di Kabupaten Tabanan, Bali. Pemandangan laut, ombak besar, dan pura-pura menyambut kedatangan saya. Selain itu, orang-orang yang ingin beribadah dan wisatawan dari berbagai daerah juga turut meramaikan Tanah Lot pagi itu. Pura tradisional diatas pulau kecil berbatu dipenuhi orang yang sedang beribadah dengan khusyuk ditengah hamparan laut luas dan pemandangan yang cantik.

Kota ini tidak kalah menarik dari kota-kota lainnya. Selain menawarkan pemandangan yang luar biasa, kota ini sangat erat dengan life, religion, and art. Hampir di setiap sudut jalan, orang Bali melakukan ritual yang dipercaya turun temurun dari nenek moyang. Setiap harinya mereka menyiapkan sesajen berisi bunga dan diberi dupa, sesajen yang disebut canang sari ini biasanya diletakkan di jalan, trotoar, persimpangan, rumah atau toko. Canang sari dibuat untuk menunjukkan rasa syukur dan meminta keselamatan kepada para Dewa.

Sebelum jam makan siang, saya kembali ke penginapan untuk istirahat. Sebelumnya, saya memesan dua penginapan berbeda di Bali, lokasi pertama di Buleleng dan lokasi kedua di Denpasar Utara. Sayang lokasi pertama yang saya pesan saat di kereta itu hangus tidak terpakai karena jarak yang jauh dan tidak ada pikiran sebelumnya saya akan bermain di Denpasar. Untuk menu makan siang, saya mencicipi makanan khas Banyuwangi di Bali, yaitu sego tempong yang saya order via grab.

Hari ketiga, pukul 17:00 saya check out dari penginapan, lagi-lagi menikmati jam istirahat yang nyaman kurang dari lima jam dan harus melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta, tidak afdol rasanya Bali tanpa Kuta untuk menikmati sunset. Tidak cukup hanya satu spot, saya berpindah ke pantai tetangga di daerah Seminyak dan mendengarkan live music yang membawakan lagu berjudul Yellow - Coldplay, salah satu lagu yang selalu menjadi andalan. Setelah hari mulai gelap, saya kembali ke titik awal kedatangan di Alun-alun Denpasar untuk menikmati makan malam di tengah kota, sebelum akhirnya kembali ke Terminal Ubung dan Pelabuhan Gilimanuk untuk menyeberang ke pulau asal.

Day 4

Tidak banyak hal yang bisa saya lakukan di hari keempat, karena badan sudah tidak bisa diajak kerjasama, tidak memungkinkan  untuk membuat rencana baru, dan mampir ke tempat lain dengan waktu yang terbatas. Hari terakhir hanya menikmati penyebrangan diatas kapal ferry sampai akhirnya tiba di Banyuwangi dan kembali ke stasiun menunggu kereta yang akan berangkat setelah subuh. Tiga jam lebih kurang saya harus menunggu di stasiun, sebenarnya masih ada beberapa tempat yang ingin saya kunjungi di Banyuwangi. Akan tetapi, waktu yang singkat membuat saya harus mengurungkan niat dan mungkin akan mencobanya lain waktu.

Akhirnya, saya manfaatkan waktu menunggu untuk membaca buku sembari menunggu matahari terbit dan menyaksikan keindahan Kota Pisang. Dan, benar saja, udara sejuk dan pemandangan perbukitan di sekitar stasiun bisa dijadikan sebagai morning therapy yang tepat. Setelah itu, saya meninggalkan Banyuwangi dan kembali ke tanah rantau untuk melanjutkan aktivitas seperti biasanya dengan cerita yang berbeda. Salah satunya, cerita mendapatkan sunrise di Gunung Bromo dan mendapatkan sunset di Pantai Kuta dalam satu perjalanan paket komplit.

Jika saya diberi kesempatan untuk memilih antara harus bepergian ke banyak kota dengan sedikit tempat tujuan atau satu kota dengan banyak tempat tujuan. Mungkin saya akan memilih opsi kedua, saya akan berpindah dari satu kota ke kota lainnya saat sudah puas mengeksplor kota tersebut tanpa harus terburu-buru atau merasa dikejar waktu, karena satu hari mengeksplor satu kota tidak akan pernah cukup. Atau mungkin saya akan bepergian ke banyak kota dengan banyak tujuan dalam satu waktu. Semoga saja.







Comments

Popular posts from this blog

Flip-Flop

Quotes Pecinta Alam

Membuat Jendela Konfirmasi Menghapus Data di Database